Pendidikan dalam
Keluarga
Hubungan antar individu dalam lingkungan keluarga sangat mempengaruhi kejiwaan
anak dan dampaknya akan terlihat sampai kelak ketika ia menginjak usia dewasa.
Suasana yang penuh kasih sayang dan kondusif bagi pengembangan intelektual yang
berhasil dibangun dalam sebuah keluarga akan membuat seorang anak mampu
beradaptasi dengan dirinya sendiri, dengan keluarganya dan dengan masyarakat
sekitarnya.
Oleh karena itu, dalam proses pembentukan sebuah keluarga diperlukan adanya
sebuah program pendidikan yang terpadu dan terarah. Program pendidikan dalam
keluarga ini harus pula mampu memberikan deskripsi kerja yang jelas bagi tiap
individu dalam keluarga sehingga masing-masing dapat melakukan peran yang
berkesinambungan demi terciptanya sebuah lingkungan keluarga yang kondusif
untuk mendidik anak secara maksimal.
Dalam bagian pertama buku ini akan kami paparkan beberapa faktor yang
signifikan dalam garis-garis besar pendidikan keluarga menurut ajaran Islam,
yaitu sebagai berikut.
1. Keterpaduan Program Pendidikan
Keberadaan sebuah program yang jelas dalam menjalani kehidupan akan memberikan
pengaruh yang positif terhadap perilaku seseorang. Jika kita benar-benar yakin
pada nilai positif program tersebut dan menjalankannya dengan konsekuen, sebuah
karakter positif dalam perilaku kita akan terbentuk. Adanya program hidup yang
sama, akan menghasilkan perilaku yang sama pula. Oleh karena itu, program
tunggal dapat dijadikan parameter untuk mengetahui sejauh mana tindakan dan
perilaku kita sesuai dengan program itu.
Suami isteri harus bersepakat untuk menentukan satu program yang dengan jelas
menerangkan hak-hak dan kewajiban masing-masing dalam keluarga. Islam dengan
keterpaduan ajaran-ajarannya menawarkan sebuah konsep dalam membangun keluarga
muslim.
Konsep ini adalah konsep rabbani yang diturunkan oleh Allah, Tuhan Yang Maha
mengetahui. Dialah yang menciptakan manusia dan Dia pulalah yang paling
mengetahui kompleksitas kehidupan manusia. Dengan demikian dapat kita katakan
bahwa konsep yang ditawarkan oleh Islam adalah satu-satunya konsep dan program
hidup yang sesuai dengan fitrah manusia.
Konsep Islam adalah sebuah konsep yang secara jelas dan seimbang
mendistribusikan tugas-tugas kemanusiaan. Islam tidak pernah memberikan tugas
yang tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia dengan segala keterbatasannya.
Konsep ini tidak akan pernah salah, tidak memiliki keterbatasan, dan tidak
mungkin mengandung perintah dan tugas yang tidak dapat dilakukan. Penyebabnya
tentu saja, karena konseptornya adalah Allah SWT.
Konsep keluarga Islami memberikan prinsip-prinsip dasar yang secara umum
menjelaskan hubungan antaranggota keluarga dan tugas mereka masing-masing.
Sementara itu, cara pengaplikasian prinsip-prinsip dasar ini bersifat
kondisional. Artinya, amat bergantung pada kondisi dan situasi dalam sebuah
keluarga dan dapat berubah sesuai dengan keadaan.
Oleh karena itu, kedua orang tua harus bersepakat dalam merumuskan detail
pengaplikasian konsep dan program pendidikan yang ingin mereka terapkan sesuai
dengan garis-garis besar konsep keluarga Islami. Kesepakatan antara kedua orang
tua dalam perumusan ini akan menciptakan keselarasan dalam pola hubungan antara
mereka berdua dan antara mereka dengan anak-anak.
Keselarasan ini menjadi amat penting karena akan menghindarkan ketidakjelasan
arah yang mesti diikuti oleh anak dalam pendidikannya. Jika ketidakjelasan arah
itu terjadi, anak akan berusaha untuk memuaskan hati ayah dengan sesuatu yang
kadang bertentangan dengan kehendak ibu atau sebaliknya. Anak akan memiliki dua
tindakan yang berbeda dalam satu waktu. Hal itu dapat membuahkan
ketidakstabilan mental, perasaan, dan tingkah laku.
Riset para ahli membuktikan bahwa anak-anak yang dibesarkan di sebuah rumah
tanpa pengawasan kedua orang tua sekaligus lebih banyak bermasalah dibandingkan
dengan anak-anak yang mendapatkan pengawasan bersama dari kedua orang
tuanya.[1]
2. Hubungan Kasih Sayang
Salah satu kewajiban orang tua adalah menanamkan kasih sayang, ketenteraman,
dan ketenangan di dalam rumah. Allah SWT berfirman,
و من آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها و جعل بينكم مودة
ورحمة ..
Artinya: Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Ia menciptakan untuk
kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri agar kalian merasa tentram
dengan mereka. Dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang.[2]
Hubungan antara suami dan isteri atau kedua orang tua adalah hubungan kasih
sayang. Hubungan ini dapat menciptakan ketenteraman hati, ketenangan pikiran,
kebahagiaan jiwa, dan kesenangan jasmaniah. Hubungan kasih sayang ini dapat
memperkuat rasa kebersamaan antaranggota keluarga, kekokohan pondasi keluarga,
dan menjaga keutuhannya. Cinta dan kasih sayang dapat menciptakan rasa saling
menghormati dan saling bekerja sama, bahu-membahu dalam menyelesaikan setiap
problem yang datang menghadang perjalanan kehidupan mereka. Hal ini sangat
berperan dalam menciptakan keseimbangan mental anak.
Dr Spock berpendapat sebagai berikut.
“Keseimbangan mental anak sangat dipengaruhi oleh keakraban hubungan kedua
orang tuanya dan kebersamaan mereka dalam menyelesaikan setiap masalah
kehidupan yang mereka hadapi”.[3]
Suami isteri harus berusaha memperkuat tali kasih di antara diri mereka berdua
dalam semua periode kehidupan mereka, baik sebelum masa kelahiran anak mereka
maupun setelahnya.
Memperkuat rasa cinta dan kasih sayang merupakan kewajiban yang diperintahkan
oleh Allah SWT. Karena itu, menjaga keutuhan kasih sayang termasuk dalam
perintah Allah dan merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada-Nya. Imam
Ali bin Al-Husain Zainal Abidin a.s. mengatakan,
وأما حقّ رعيتك بملك النكاح , فأن تعلم أنّ الله جعلها سكنا ومستراحا وأنسا
وواقية , وكذلك كلّ واحد منكما يجب أن يحمد الله على صاحبه , و يعلم أن ذلك نعمة
منه عليه , ووجب أن يحسن صحبة نعمة الله ويكرمها ويرفق بها , وإن كان حقك عليها
أغلظ وطاعتك بها ألزم فيما أحببت وكرهت ما لم تكن معصية , فإن لها حق الرحمة
والمؤانسة وموضع السكون إليها قضاء اللذة التي لابدّ من قضائها وذلك عظيم
Artinya: Hak wanita yang engkau nikahi adalah engkau harus tahu bahwa Allah
telah menjadikannya sebagai sumber ketenangan dan ketentraman bagimu serta
sebagai penjaga harta dan kehormatanmu. Kalian berdua haruslah memanjatkan puji
syukur ke hadirat Allah atas anugerah yang Dia berikan berupa pasangan kalian.
Engkau harus tahu bahwa itu semua adalah nikmat Allah atasmu. Karena itu, suami
harus memperlakukan isterinya dengan baik, menghormatinya, dan berlemah-lembut
terhadapnya, meskipun hak-haknya atas sang isteri lebih besar.Isteri harus
menaati suaminya jika ia memerintahkan sesuatu, selama tidak berupa maksiat
kepada Allah.
Isteri berhak untuk mendapatkan kasih sayang dan kelemah-lembutan karena dialah
yang memberikan ketenangan hati bagi suami. Isterilah yang dapat memuaskan
kebutuhan biologis suami yang memang harus disalurkan, dan hal itu adalah
sesuatu yang agung.[4]
Ahlul Bait a.s. memberikan perhatian yang sangat besar terhadap keutuhan cinta
kasih dalam sebuah keluarga. Anjuran-anjuran mereka berikut ini ditujukan
kepada kedua pihak, suami dan isteri.
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAWW bersabda,
خيركم خيركم لنسائه وأنا خيركم لنسائي
Artinya: Lelaki terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik terhadap
isterinya. Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap isteri.[5]
Imam Ja’far bin Muhammad Shadiq a.s. dalam sebuah hadis mengatakan,
رحم الله عبدا أحسن فيما بينه وبين زوجته
Artinya:Semoga Allah merahmati orang yang bersikap baik terhadap isterinya.[6]
Rasulullah SAWW bersabda,
فمن اتـخذ زوجة فـليكرمها
Artinya: Jika seseorang menikahi seorang wanita,ia harus berbuat baik
kepadanya. [7]
Beliau juga bersabda,
أوصاني جبرئيل عليه السلام بالمرأة حتى ظننت أنه لا ينبغي طلاقها إلا من
فاحشة مبينة
Artinya: Jibril sering berpesan kepadaku tentang wanita, sampai-sampai aku
merasa bahwa wanita tidak berhak untuk diceraikan kecuali jika telah melakukan
zina dengan terang-terangan.[8]
Anjuran-anjuran dan arahan yang diberikan oleh Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s.
mengenai sikap baik dan penghormatan terhadap istri ini merupakan acuan penting
yang harus diterapkan dalam rangka menciptakan kelanggengan hubungan cinta dan
kasih sayang antara keduanya di dalam keluarga.
Di lain pihak, Ahlul Bait a.s. juga berpesan kepada kaum wanita untuk melakukan
segala hal yang dapat menumbuhkan dan menjaga cinta dan kasih sayang dalam
rumah tangga. Rasulullah Muhammad SAWW dalam hal ini bersabda,
إذا صلّت المرأة خمسها وصامت شهرها وأحصنت فرجها وأطاعت بعلها فلتدخل من أي
أبواب الجنة شاءت
Artinya: Jika seorang wanita telah melakukan kewajibannya shalat lima waktu,
berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan menaati
suaminya, maka ia berhak untuk masuk ke dalam surga melalui pintu manapun yang
ia sukai.[9]
Selain itu beliau juga bersabda,
ما استفاد امرؤ فائدة بعد الإسلام أفضل من زوجة مسلمة تسرّه إذا نظر إليها
وتطيعه إذا أمرها وتحفظه إذا غاب عنها في نفسها وماله
Artinya: Setelah nikmat Islam, tak ada satupun nikmat yang melebihi isteri
muslimah yang shalihah, yaitu isteri yang membuat suami senang saat
memandangnya, patuh padanya saat ia menyuruhnya melakukan sesuatu, dan menjaga
dirinya dan harta suaminya di saat sang suami tidak berada di rumah.[10]
Diriwayatkan bahwa seorang sahabat pernah mendatangi Rasulullah dan berkata,
“Ya Rasulullah, aku memiliki seorang isteri yang selalu menyambutku ketika aku
datang dan mengantarku saat aku keluar rumah. Jika ia melihatku termenung ia
selalu menyapaku dan mengatakan, ‘Ada apa denganmu? Apa yang kau risaukan? Jika
kau risau akan rezekimu, ketahuilah bahwa rezekimu ada di tangan Allah. Tapi
jika kerisauanmu karena urusan akhirat, semoga Allah menambah rasa risaumu
itu.’”
Setelah mendengar cerita sahabat beliau tersebut, Rasulullah SAWW bersabda,
بشّرها بالجنّة وقل لها : إنك عاملة من عمّال الله ولك في كلّ يوم أجر
سبعين شهيدا , - وفي رواية - إن لله عزّ وجل عماّلا وهذه من عمّاله , لها نصف أجر الشهيد
Artinya: Berilah kabar gembira kepadanya tentang surga yang tengah menantinya!
Dan katakan padanya, bahwa ia termasuk salah satu pekerja Allah. Allah SWT
menuliskan baginya setiap hari pahala tujuh puluh orang yang gugur di jalan
Allah. (dalam riwayat lain disebutkan), ‘Ketahuilah bahwa Allah memiliki banyak
pekerja, dan ia termasuk salah satu dari mereka. Allah akan memberinya setengah
dari pahala orang syahid.’ [11]
Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,
جهاد المرأة حسن التبعّل
Artinya: Jihad bagi wanita adalah berbuat baik pada suaminya.[12]
Salah satu hal yang membantu dalam menambah rasa cinta, kasih sayang, dan
perhatian suami adalah kepasrahan isteri pada suami saat ia menginginkan
dirinya. Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan,
خير نسائكم التي إذا خلت مع زوجها خلعت له درع الحياء وإذا لبست لبست معه
درع الحياء
Artinya: Wanita terbaik adalah yang saat berduaan dengan suaminya ia menanggalkan
semua rasa malunya dan jika ia memakai kembali pakaiannya ia kenakan lagi rasa
malunya.[13]
Isteri sudah semestinya bersikap terbuka dan tidak malu-malu terhadap suaminya
dengan tetap menjaga rasa hormat padanya. Dengan kata lain, seorang istri perlu
menjaga keseimbangan antara sikap hormat dan terbuka.
Imam Ali bin Al-Husain a.s. menyebutkan beberapa faktor penting yang dapat
menambah rasa cinta, kasih sayang, dan keakraban dalam keluarga, yaitu sebagai
berikut.
لا غنى بالزوج عن ثلاثة أشياء فيما بينه وبين زوجته وهي الموافقة ليجتلب
بها موافقتها ومحبتها وهواها,وحسن خلقه معها , واستعماله استمالة قلبها بالهيئة الحسنة
في عينها وتوسعته عليها . ولا غنى بالزوجة فيما بينها وبين زوجها الموافق لها عن
ثلاث خصال , وهي : صيانة نفسها من كلّ دنس حتى يطمئن قلبه إلى الثقة بها في حال
المحبوب والمكروه وحياطته ليكون ذلك عاطفا عليها عند زلة تكون منها , وإظهار العشق
له بالخلابة والهيئة الحسنة لها في عينه
Artinya: Seorang lelaki hendaknya memperhatikan tiga hal berikut ini dalam
berhubungan dengan isterinya:
Pertama, memahami keadaan isteri, karena dengan itu ia dapat menarik perhatian
isterinya untuk memahami keadaannya dan lebih mencintainya.
Kedua, bersikap baik terhadap isteri dan berusaha merebut hatinya dengan
penampilan lahir yang menarik.
Ketiga, memaafkan kesalahan isteri.
Seorang wanita hendaknya memperhatian tiga hal berikut ini dalam pergaulannya
dengan suami:
Pertama, menjaga diri dari segala kotoran dan noda, sehingga sang suami merasa
tenang dengan keadaannya, baik di saat senang maupun di saat susah.
Kedua, mempercayai suami, karena hal itu dapat membuat sang suami mudah
memaafkannya di kala ia melakukan kesalahan.
Ketiga, menampakkan rasa cinta kepadanya dengan berpenampilan menarik.[14]
Hubungan yang didasari oleh cinta dan kasih sayang sangat diperlukan dalam semua
fase kehidupan, khususnya pada masa kehamilan. Sebab di masa-masa itu, isteri
sangat memerlukan ketenangan dan keseimbangan mental. Hal itu sangat
mempengaruhi keselamatan janin selama dalam kandungan dan keselamatan anak di
masa menyusui.
3. Menjaga Hak dan Kewajiban
Di dalam konsep keluarga Islami telah ditentukan hak-hak dan kewajiban bagi
masing-masing pihak suami dan isteri. Konsep ini jika benar-benar dijalankan
akan menjamin ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarga. Jika suami dan isteri
konsisten dengan kewajiban dan hak-hak mereka, hal itu akan dapat mempererat
tali cinta dan kasih antara mereka. Selain itu, hal ini dapat menjauhkan segala
kemungkinan timbulnya perselisihan dan pertengkaran yang mengancam keutuhan
rumah tangga yang dengan sendirinya berdampak negatif pada kejiwaan
anak.
Hak terpenting yang dimiliki oleh suami adalah kepemimpinan dalam keluarga.
Allah SWT berfirman,
الرجال قوّامون على النساء بما فضّل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من
أموالهم ..
Artinya: Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[15]
Isteri berkewajiban untuk menghormati hak suami ini dan menjadikan suami
sebagai pemimpin karena kehidupan rumah tangga tidak mungkin berjalan dengan
baik tanpa ada yang mengaturnya dan karena kepe-mimpinan layak untuk dipegang
oleh kaum lelaki, sesuai dengan perbedaan yang ada antara suami dan isteri dalam
hal fisik dan perasaan. Di samping itu, isteri juga harus menunjukkan
kepemimpinan suami dalam keluarga di hadapan anak-anaknya.
Hak penting kedua bagi suami setelah kepemimpinan dalam keluarga dapat kita
simpulkan dari riwayat berikut ini. Diceritakan bahwa seorang wanita datang dan
bertanya kepada Rasulullah SAWW tentang hak suami atas isterinya. Dalam
jawabannya, beliau bersabda,
أن تطيعه ولا تعصـيه , ولا تصدّق من بيتها شيئا إلاّ بإذنه ولا تصوم تطوعا
إلاّ بإذنه , ولا تمنعه نفسها وإن كانت على ظهر قتب ولا تخرج من بيتها إلاّ بإذنه ..
Artinya: Isteri harus patuh dan tidak menentangnya. Ia tidak berhak untuk
bersedekah apapun yang ada di di rumah suami tanpa izin sang suami. Selain itu,
ia tidak diperbolehkan untuk berpuasa sunnah kecuali jika suami mengizinkannya.
Selanjutnya, ia tidak boleh menghindar kala suaminya menginginkan dirinya
walaupun ia sedang dalam kesulitan. Isteri tidak diperkenankan untuk keluar
dari rumah kecuali dengan izin suami….[16]
Dalam hadis yang lain Rasulullah SAWW menye-butkan hak-hak suami sebagai
berikut.
حقّ الرجل على المرأة انارة السراج واصلاح الطعام وان تستقبله عند باب
بيتها فترحّب به وان تقدّم إليه الطشت والمنديل وان توضئه وان لا تمنعه نفسها إلاّ
من علّة
Artinya: Hak suami atas isteri adalah bahwa isteri hendaknya menyalakan lampu
untuknya, memasakkan makanan, menyambutnya di pintu rumah kala ia datang,
membawakan untuknya bejana air dan kain sapu tangan lalu mencuci tangan dan
mukanya, dan tidak menghindar saat suami menginginkan dirinya kecuali jika ia
sedang sakit.[17]
Mengingat pentingnya perhatian terhadap hak-hak suami tersebut, Rasulullah SAWW
mengatakan,
لا تؤدّي المرأة حقّ الله عزّ وجل حتى تؤدّي حقّ زوجها
Artinya: (Ketahuilah) bahwa wanita tidak pernah akan dikatakan telah menunaikan
semua hak Allah atasnya kecuali jika ia telah menunaikan kewajibannya kepada
suami.[18]
Di lain pihak, Islam juga telah menentukan hak-hak isteri yang harus
diperhatikan oleh suami. Imam Ja’far Shadiq a.s., saat ditanya oleh Ishaq bin
Ammar mengenai hak wanita atas suaminya, mengatakan,
يشبع بطنها ويكسو جثتها وإن جهلت غفر لها
Artinya: (Kewajiban suami atas isterinya adalah) memberinya makanan dan pakaian
dan memaafkannya jika ia melakukan kesalahan.[19]
Khaulah binti Al-Aswad pernah mendatangi Rasulullah SAWW dan bertanya tentang
hak wanita. Beliau dalam jawabannya mengatakan,
حقّك عليه أن يطعمك ممّا يأكل ويكسوك ممّا يلبس ولا يلطم ولا يصيح في وجهك
Artinya: Hak-hakmu atas suami adalah bahwa ia harus memberimu makan dengan
makanan yang ia makan dan memberimu pakaian seperti ia juga berpakaian, tidak
menampar wajahmu, dan tidak membentakmu.
[20]
Hak istri yang lain adalah bahwa suami harus memperlakukannya dengan lemah
lembut dan bersikap baik terhadapnya.
Hak istri dan seluruh anggota keluarga selanjutnya adalah bahwa suami harus bekerja
untuk dapat memenuhi semua kebutuhan materi mereka. Rasulullah SAWW dalam hal
ini bersabda,
الكادّ على عياله كالمجاهد في سبيل الله
Artinya: Orang yang bekerja untuk menghidupi keluarganya sama dengan orang yang
pergi berperang di jalan Allah. [21]
Beliau juga bersabda,
ملعون ملعون من يضيع من يعول
Artinya: Terkutuklah! Terkutuklah orang yang tidak memberi nafkah kepada mereka
yang menjadi tanggung jawabnya. [22]
Dalam hadis yang lain beliau bersabda,
حقّ المرأة على زوجها أن يسدّ جوعتها وأن يستر عورتها ولا يقبّح لها وجها
فإذا فعل ذلك فقد أدّى والله حقّها
Artinya: Hak isteri atas suami adalah bahwa suami harus memberinya makan,
menutupi auratnya, dan tidak memakinya. Jika seorang lelaki telah melakukan
kewajibannya ini berarti ia telah menunaikan hak Allah atasnya. [23]
Baik suami maupun isteri harus saling memperhatikan dan menghormati hak
pasangannya demi terciptanya suasana cinta dan kasih sayang dan keharmonisan
dalam keluarga. Adanya sikap saling menghormati di antara keduanya akan
mendorong masing-masing pihak untuk menunaikan semua hal yang menjadi
kewajibannya demi kebahagiaan keluarga.
Kebahagiaan yang berhasil diciptakan akan menciptakan keseimbangan mental
isteri selama masa kehamilan, menyusui, serta pada tahun-tahun awal umur anak,
yang pada gilirannya akan sangat mempengaruhi keseimbangan dan kestabilan
mental anak. Anak yang tumbuh dengan mental yang baik dan stabil, pikiran dan
perilakunya akan berkembang dengan baik dan stabil pula serta akan dengan mudah
menuruti semua anjuran dan nasehat diberikan kepadanya.
4. Menghindari Perselisihan
Pertengkaran dan perselisihan yang terjadi dalam keluarga akan menyebabkan
suasana yang panas dan tegang yang dapat mengancam keutuhan dan kehar-monisan
rumah tangga. Tidak jarang, pertengkaran itu berakhir dengan perceraian dan
kehancuran keluarga. Fenomena ini merupakan salah satu hal yang paling
dikhawatirkan oleh semua anggota keluarga, termasuk di dalamnya anak-anak.
Suasana yang menegangkan dalam rumah sangat berdampak negatif terhadap
perkembangan dan pembentukan jati diri anak.
“Kelabilan sikap dan penyakit-penyakit kejiwaan yang diderita oleh anak-anak
belia dan orang dewasa, disebabkan oleh perlakuan tidak benar yang
diperlihatkan oleh orang tua mereka, seperti pertengkaran yang menyebabkan
suasana dalam rumah panas dan menegangkan. Hal seperti itu membuat anak tidak
merasa aman berada di dalam rumah”.[24]
Profesor Richard Fougen berpendapat bahwa,
“Ibu yang tidak diperlakukan dengan layak sebagai seorang manusia, sebagai ibu
bagi anak-anaknya, dan sebagai isteri bagi suaminya, tidak akan mampu
memberikan rasa aman pada diri anak-anaknya”.[25]
Perasaan aman dan tenang merupakan salah satu faktor terpenting dalam membangun
kepribadian anak secara benar dan sempurna. Perasaan semacam ini tidak akan
didapatkan dalam lingkungan yang selalu diliputi oleh ketegangan dan
pertengkaran.
Dalam keadaan seperti itu, anak akan berada dalam kebingungan dan kebimbangan.
Ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Posisinya tidak memungkinkan baginya
untuk menyelesaikan pertengkaran kedua orang tuanya, apalagi jika pertengkaran
tersebut sampai menggunakan kekerasan. Di satu sisi, ia tidak mungkin akan
berpihak pada salah satu dari orang tuanya.
Lebih dari itu, kebingungan anak akan memuncak kala masing-masing pihak yang
berselisih berusaha untuk menarik dukungannya dengan menyebutkan bahwa
pihaknyalah yang benar, sedangkan lawannyalah yang bersalah dan memulai
menyulut api pertengkaran ini. Semua itu meninggalkan kesan negatif di hati,
pikiran, dan perasaan si anak.
Dr Spock berpendapat sebagai berikut.
“Riset yang dilakukan oleh para ahli terhadap ribuan anak yang tumbuh besar di
tengah-tengah keluarga yang selalu diliputi oleh ketegangan membuktikan bahwa
mereka ketika menginjak usia dewasa akan merasa bahwa mereka tidak seperti
orang-orang lain pada umumnya. Mereka kehilangan rasa percaya diri. Mereka pun
takut untuk menjalin hubungan cinta yang sehat dengan orang lain, karena mereka
selalu membayangkan bahwa membangun keluarga berarti menempatkan dirinya di
suatu tempat yang dihuni oleh orang-orang yang selalu berselisih dan bertengkar
satu dengan yang lainnya”.[26]
Setiap keluarga memiliki masalah yang berpotensi memicu percekcokan di antara
mereka. Cara melampiaskan kekesalan dan kemarahan masing-masing pun berbeda.
Sebagian orang terbiasa untuk menggunakan kata-kata kotor, makian, dan hinaan.
Sebagian yang lain terbiasa untuk melayangkan tangan ketika amarahnya memuncak.
Saat menyaksikan adegan demikian, anak-anak akan belajar untuk mempraktekkannya
ketika terlibat pertengkaran dengan kawan-kawannya. Hal itu akan mempengaruhi
tingkah laku mereka saat kanak-kanak maupun saat menginjak usia dewasa nanti.
Karena itulah kita banyak menyaksikan ataupun mendengar adanya anak yang sampai
memaki ibunya atau bahkan memukulnya. Dan terkadang pula, si anak akan
menggunakan apa yang ia pelajari itu terhadap isterinya ketika kelak menginjak
usia dewasa.
Untuk mencegah terjadinya pertengkaran dan percekcokan antara suami dan isteri,
atau paling tidak, mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap
psikis dan mental, atau jika mungkin, menghilangkannya sama sekali, Islam telah
mengenalkan sebuah konsep sempurna dalam menyelesaikan pertengkaran dan
perselisihan dalam keluarga.
Pada uraian sebelumnya telah disebutkan bahwa Islam sangat menekankan
pentingnya mempererat tali cinta kasih dalam keluarga. Selain itu juga telah
disebutkan hak-hak dan kewajiban suami dan istri. Dalam ajaran Islam pun
disebutkan tentang pentingnya proses seleksi dengan standar nilai Islam ketika
memilih calon suami atau istri.
Semua ini dimaksudkan untuk mencegah perselisihan yang mungkin terjadi dalam
keluarga. Namun jika tanda-tanda munculnya percekcokan sudah nampak, atau
bahkan percekcokan itu telah terjadi, Islam menawarkan cara untuk
mengakhirinya. Selain itu, Islam juga mengecam pihak yang memicu perselisihan
dan memperingatkan semua pihak agar waspada terhadap masalah ini.
Rasulullah SAWW bersabda,
خير الرجال من أمتي الذين لا يتطاولون على أهليهم ويحنّون عليهم ولا
يظلمونـهم
Artinya: Lelaki terbaik dari umatku adalah orang tidak menindas keluarganya,
menyayangi mereka dan tidak berlaku zalim.[27]
Imam Muhammad Baqir a.s. dalam sebuah hadis menganjurkan para suami untuk
bersabar menerima perlakuan buruk, sebab membalas keburukan dengan keburukan
akan membuat area perselisihan bertambah luas. Beliau mengatakan,
من احتمل من امرأته ولو كلمة واحدة أعتق الله رقبته من النّار وأوجب له
الجنّة
Artinya: Orang yang sabar dalam menerima perlakuan buruk istrinya, meskipun
hanya sebatas satu kata, niscaya akan dibebaskan Allah dari siksa api neraka
dan ditempatkannya di dalam surga.[28]
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAWW menghimbau para suami untuk bersabar atas
perlakuan buruk isterinya. Beliau bersabda,
من صبر على سوء خلق امرأته أعطاه الله من الأجر ما أعطى أيوب على بلائه
Artinya: Jika seseorang bersabar atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan
memberinya pahala seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub a.s. yang tabah
dan sabar menghadapi ujian-ujian Allah yang berat. [29]
Bersabar terhadap perlakuan buruk isteri adalah hal yang mungkin dianggap tidak
wajar oleh kaum lelaki. Tetapi dengan adanya perintah dan anjuran Nabi SAWW dan
Ahlul Bait a.s., hal tersebut menjadi suatu yang sunnah yang akan dengan senang
hati dijalankan oleh kaum lelaki yang beriman. Tanpa merasakan adanya kehinaan
dan kerendahan bagi martabatnya sebagai suami, ia akan bersabar terhadap
perlakuan buruk isterinya itu.
Meniru perilaku Rasulullah SAWW terhadap isteri-isteri beliau dan perilaku
Ahlul Bait a.s. dapat meminimalkan timbulnya pertengkaran dalam keluarga. Imam
Ja’far Shadiq a.s. berkata,
كانت لأبي عليه السلام امرأة وكانت تؤذيه وكان يغفر لها
Artinya: Ayahku pernah mempunyai seorang isteri yang sering menyakitinya.
Namun, ayahku selalu mema-afkannya. [30]
Rasulullah SAWW melarang para suami untuk menggunakan kekerasan terhadap
isterinya dalam hadis berikut ini.
أيّ رجل لطم امرأته لطمة أمر الله عزّ وجل مالك خازن النيران فيلطمه على
حرّ وجهه سبعين لطمة في نار جهنّم
Artinya: Barang siapa melayangkan tamparan ke pipi isterinya satu kali, Allah
akan memerintahkan malaikat penjaga neraka untuk membalas tamparan itu dengan
tujuh puluh kali tamparan di neraka jahanam. [31]
Di pihak lain, kaum wanita pun dianjurkan untuk bersikap yang sama. Dalam
sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Ja’far Shadiq a.s. menganjurkan kaum
wanita untuk sedapat mungkin untuk menghindari pertengkaran yang buruk. Beliau
berkata,
خير نسائكم التي إن غضبت أو أغضبت قالت لزوجها : يدي في يدك لا أكتحل بغمض
حتى ترضى عني
Artinya: Wanita terbaik adalah wanita yang ketika marah atau membuat suaminya
marah, berkata kepada suaminya itu, “Aku letakkan tanganku di tanganmu. Aku
bersumpah untuk tidak tidur sebelum engkau mema-afkanku.” [32]
Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,
وجهاد المرأة أن تصبر على ما ترى من أذى زوجها وغيرته
Artinya: Jihad bagi seorang wanita adalah bersabar terhadap perlakuan buruk dan
rasa cemburu suaminya.[33]
Rasulullah SAWW melarang isteri untuk melakukan tindakan yang dapat memancing
timbulnya pertengkaran. Beliau bersabda,
من شرّ نسائكم الذليلة في أهلها , العزيزة مع بعلها , العقيم الحقود , التي
لا تتورّع عن قبيح , المـتبرّجة إذا غاب عنها زوجها , الحصان معه إذا حضر , التي لا تسمع قوله , ولا
تطيع أمره , فإذا خلا بها تمنعت تمنع الصـعبة عند ركوبها ولا تقبل له عذرا ولا
تغفرله ذنبا
Artinya: Wanita terburuk adalah wanita yang hina dalam keluarganya tetapi
merasa mulia di hadapan suami; yang mandul dan selalu merasa dengki; yang tidak
berhenti melakukan perbuatan buruk; yang selalu berhias kala suami bepergian
dan bersikap sombong kala suami ada; yang tidak mendengar kata-kata suami dan
tidak menuruti perintahnya; yang jika berduaan dengan suaminya akan menolak
ajakannya; dan yang tidak pernah mau memaafkan kesalahan suami dan tidak
menerima alasannya. [34]
Rasulullah SAWW dalam hadisnya melarang wanita untuk membebani suami dengan
sesuatu yang di luar kemampuannya. Beliau bersabda,
أيّما امرأة أدخلت على زوجها في أمر النفقة و كلّفته مالا يطيق لا يقبل
الله منها صرفا ولا عدلا إلاّ أن تتوب وترجع وتطلب منه طاقته
Artinya: Wanita yang memaksa suaminya untuk memberikan nafkah di luar batas
kemampuannya, tidak akan diterima Allah SWT amal perbuatannya sampai ia
bertaubat dan meminta nafkah semampu suaminya.[35]
Selain itu Rasulullah SAWW juga melarang wanita untuk mengungkit-ungkit
kelebihannya atas suami. Beliau bersabda,
لو أن جميع ما في الأرض من ذهب وفضة حملته المرأة إلى بيت زوجها ثم ضربت
على رأس زوجها يوما من الأيام , تقول : من أنت ؟ إنما المال مالي , حبط عملها ولو
كانت من أعبد الناس, إلاّ أن تتوب وترجع وتعتذر إلى زوجها
Artinya: Seandainya seorang wanita datang ke rumah suaminya dengan membawa
serta bersamanya seluruh kekayaan bumi dari emas dan peraknya, lalu pada suatu
saat ia mengangkat kepalanya di hadapan suami sambil mengatakan, “Siapa kau
ini? Bukankah seluruh harta ini adalah milikku?”, Allah akan menghapus semua
amalan baiknya meskipun ia adalah orang yang paling banyak beribadah, kecuali
bila ia bertaubat dan meminta maaf kepada suaminya. [36]
Rasulullah SAWW juga mengingatkan para wanita untuk tidak menggunakan kata-kata
kasar yang dapat membangkitnya amarah suami saat berhadapan dengannya. Beliau
bersabda,
أيّما امرأة آذت زوجها بلسانـها لم يقبل منها صرفا ولا عدلا ولا حسنة من
عملها حتى ترضيه ..
Artinya: Jika seorang wanita menyakiti suaminya dengan kata-kata, Allah tidak
akan menerima seluruh amalan baiknya sampai sang suami memaafkannya. [37]
Dalam hadisnya yang lain, Rasulullah SAWW melarang suami isteri tidak menyapa
satu sama lain, karena hal itu merupakan awal perpisahan dan terputusnya
hubungan antara mereka. Beliau bersabda,
أيّما امرأة هجرت زوجها وهي ظالمة حشرت يوم القيامة مع فرعون وهامان وقارون
في الدّرك الأسفل من النار إلاّ أن تتوب وترجع
Artinya: Jika seorang wanita mendiamkan suaminya padahal ia adalah pihak yang
salah dan berlaku zalim terhadapnya, Allah kelak akan mengumpulkannya bersama
dengan Fir’aun, Haman, dan Qarun di dasar neraka, kecuali jika ia bertaubat dan
kembali ke jalan yang benar. [38]
Semua perintah dan anjuran di atas, jika dijalankan dengan baik dan sempurna,
akan menjamin keselamatan keluarga dari pertengkaran dan percekcokan atau
paling tidak meminimalkannya. Namun bila pasangan suami isteri tidak mampu
menjalankannya dengan baik, maka hendaknya pertengkaran yang terjadi di antara
mereka tidak didengar oleh anak-anak. Sebaiknya, anak-anak tidak mendengar
tuduhan-tuduhan, kata-kata kotor, dan makian yang terlontar dari kedua orang
tua mereka.
Kewajiban orang tua adalah menjelaskan kepada anak-anak mereka bahwa
pertengkaran dalam sebuah keluarga adalah hal yang wajar dan mereka berdua
masih saling mencintai. Selain itu, mereka berdua juga harus secepatnya mencari
jalan penyelesaian kemelut yang melanda rumah tangga mereka itu.
5. Ancaman Perceraian
Islam memperingatkan setiap pasangan suami istri tentang dampak negatif
perceraian dan putusnya tali ikatan perkawinan. Dampak negatif tersebut akan
menimpa kondisi psikis mereka berdua, anak-anak, dan juga masyarakat.
Perceraian adalah sumber kegelisahan dan kelabilan psikis, perasaan, dan
tingkah laku anak karena ia sangat membutuhkan cinta dan kasih sayang yang
seimbang dari ayah dan ibunya. Bahkan, seorang anak hanya dengan memikirkan dan
mengkhayalkan perceraian kedua orang tua, akan merasa gelisah. Jika hal itu
berkelanjutan akan berdampak negatif pada kestabilan perasaan dan
kejiwaannya.
Sehubungan dengan hal ini, Islam telah menawarkan sebuah konsep dalam menjaga
hubungan baik antara suami isteri untuk menghindarkan perceraian dan kehancuran
rumah tangga. Dalam banyak nash, Islam bahkan melarang perceraian. Rasulullah
SAWW bersabda,
أوصاني جبرئيل عليه السلام بالمرأة حتى ظننت انه لا ينبغي طلاقها إلاّ من
فاحشة مبيّنة
Artinya: Jibril sering berpesan kepadaku tentang talak (perceraian),
sampai-sampai aku mengira bahwa wanita tidak boleh dicerai kecuali jika telah
melakukan perbuatan zina dengan terang-terangan.[39]
Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan,
ما من شيء ممّا أحلّه الله عزّ وجل أبغض إليه من الطلاق وأن الله يبغض
المطلاق الذوّاق
Artinya: Tidak ada sesuatu yang halal yang lebih Allah benci daripada
perceraian. Allah sangat membenci orang lelaki yang gemar menceraikan isteri
dan sering kawin hanya untuk menikmati wanita sesaat saja. [40]
Beliau juga berkata,
إن الله عزّ وجل يحب البيت الذي فيه العرس , ويبغض البيت الذي فيه الطلاق
وما من شيء أبغض إلى الله عزّ وجل من الطلاق
Artinya: Sesungguhnya Allah SWT menyenangi rumah yang di dalamnya terdapat
orang yang baru menikah, dan membenci rumah yang di dalamnya terdapat
perceraian. Tidak ada sesuatupun yang lebih Allah benci daripada perceraian.
[41]
Selain itu Islam, juga menganjurkan semua pasangan untuk menyusun strategi demi
menghindari perceraian. Islam mengajak para suami istri untuk mempererat tali
cinta kasih di antara mereka dan menghimbau agar secepatnya menyelesaikan semua
masalah dan pertikaian di antara keduanya yang dapat mengakibatkan perceraian.
Karena itulah, kita temukan dalam banyak nash agama adanya perintah untuk
bergaul dengan baik dengan pasangan kita. Allah SWT
berfirman,
.. وعاشروهنّ بالمعروف فإن كرهتموهنّ فعسى أن تكرهوا شيئا و يجعل الله فيه
خيرا كثيرا
Artinya: ...Bergaullah dengan isteri-isteri kalian dengan cara yang baik. Jika
kalian tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena mungkin saja kalian membenci
sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang berlimpah. [42]
Islam juga telah mengajarkan untuk mengadakan perbaikan hubungan demi
mengembalikan suasana harmonis dalam keluarga. Allah SWT berfirman,
وإن امرأة خافت من بعلها نشوزا أو إعراضا فلا جناح عليهما أن يصلحا بينهما
صلحا والصلح خير ....
Artinya: Jika seorang wanita merasa khawatir terhadap sikap tak acuh suami
terhadapnya, ia dapat mengusahakan perdamaian di antara mereka berdua.
Perdamaian itu adalah sesuatu yang baik.... [43]
Mengadakan perdamaian antara suami dan isteri lebih baik daripada
meninggalkannya. Melihat kenyataan bahwa hati manusia dapat berubah-ubah dan
kehendak sewaktu-waktu dapat berbalik, Islam menekankan kepada suami dan isteri
untuk melakukan upaya perdamaian sebelum mengambil keputusan untuk saling
berpisah. Allah SWT berfirman,
وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من أهله و حكما من أهلها إن يريدا
إصلاحا يوفّق الله بينهما إنّ الله كان عليما خبيرا
Artinya: Jika kalian mengkhawatirkan adanya pertikaian antara keduanya, utuslah
seorang juru damai dari masing-masing pihak, suami dan isteri. Jika mereka
berdua bermaksud mengadakan perbaikan, Allah pasti akan memberikan taufik-Nya
kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui dan Maha mengenal. [44]
Jika semua usaha perbaikan hubungan dan upaya untuk mengembalikan keadaan
seperti sediakala tidak membuahkan hasil, dan jika semua pertikaian dan
perselisihan yang ada tidak bisa diselesaikan kecuali dengan perceraian, saat
itulah mungkin perceraian merupakan jalan terbaik bagi mereka berdua.
Walaupun demikian, anak tetap akan mendapatan pukulan yang hebat dari
perpisahan kedua orang tuanya tersebut dan ini akan terlihat pada perubahan
tingkah lakunya. Karena itu, Islam masih memberikan peluang kepada mereka
berdua untuk kembali membangun rumah tangga mereka. Islam memberikan kesempatan
kepada suami untuk merujuk isterinya saat ia masih berada dalam masa iddah atau
menikahinya dengan ijab qabul baru jika wanita itu telah keluar dari masa
iddah. Selain itu, ia masih dapat merujuk setelah menceraikan isterinya
sebanyak dua kali.
Jika semua usaha perbaikan hubungan ini tidak membuahkan hasil dan perpisahan
benar-benar terjadi, mereka berdua berkewajiban untuk menjaga perasaan
anak-anak dengan mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada mereka. Selain
itu, mereka berdua harus memberikan pengertian kepada anak-anak, bahwa baik
ayah maupun ibu mereka adalah orang-orang yang baik. Islam melarang kita untuk
berdusta, bergunjing, serta membongkar aib dan cela orang lain. Dengan
demikian, anak akan dapat mengatasi masalah dan benturan psikis yang
ditimbulkan oleh perceraian orang tuanya.
Jika anjuran dan himbauan ini tidak diperhatikan dan masing-masing pihak saling
melemparkan tuduhan kepada pihak lain serta membongkar aib dan kesalahannya
kepada anak, si anak akan membenci kehidupan dan merasa rendah diri. Lebih jauh
lagi, hal itu akan berpengaruh pada perasaannya terhadap orang tuanya. Ia akan
membenci dan sekaligus mencintai mereka pada saat yang sama setelah mengetahui
cela dan kesalahan masing-masing. Anak yang demikian ini akan selalu dihinggapi
oleh rasa gelisah dan kekhawatiran. Kegelisahannya hari demi hari akan
bertambah, dan hal itu berpengaruh buruk pada kehidupan sosialnya dan rumah
tangganya di masa mendatang.
Minggu, 03 Februari 2013
pendidikan masa reformasi
KONDISI PENDIDIKAN MASA
REFORMASI
A. Kondisi Pendidikan Nasional di Masa Reformasi
Zaman ‘Reformasi’ Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran yang bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat.
Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke desentralisasi akan membawa konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Selain perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak perubahan juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional.
Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.
Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian manusia-manusiaa yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok.
Menurut H.A.R. Tilaar, hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan kekuatan ekonomi.
a. Kekuatan Politik
Pendidikan masuk dalam subordinasi dari kekuatan-kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke dalam perebutan kekuasaan partai-partai politik, untuk kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin kenyaman hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti pemenuhan kehidupan materil dan mengesampingkan kebutuhan non materiil duniawi. Contoh pengembangan dana 20 %.
b. Kekuatan Ekonomi
Manusia Indonesia tidak terlepas dari modernisasi seperti teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan negatif. Positifnya yaitu pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai negatifnya yaitu mempersempit tujuan pendidikan atas pertimbangan efisiensi, produksi, dan menghasilkan manusia-manusia yang dapat bersaing, yaitu pada profit orientit yang mencari keuntungan sebesar-besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan.
Demi mencapai efisiensi dan kualitas pendidikan maka disusunlah beberapa upaya standardisasi. Untuk usaha tersebut maka muncul konsep-konsep seperti : Ujian Nasional. Dalam menyusun RENSTRA Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 lebih menekankan pada manajemen dan kepemeimpinan bukan masalah pokok yaitu pengembangan anak Indonesia. Anak Indonesia dijadikan obyek, anak Indonesia bukan merupakan suatu proses humanisasi atau pemanusiaan. Anak Indonesia dijadikan alat untuk menggulirkan suatu tujuan ekonomis yaitu pertumbuhan, keterampilan, penguasaan skil yang dituntut dalam pertumbuhan ekonomi [Millist CFBE]
B. Reformasi Pendidikan
Reformasi merupakan istilah yang amat populer pada masa krisis ini dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan bernegara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi di bidang pendidikan [Suyanto dan Hisyam,2000:1].
Pada era reformasi ini, masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupan.Tilaar (1999:3), mengatakan masyarakat Indonesia kini sedang berada dalammasa transformasi.
Era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Euforia domokrasi sedang marak dalam masyarakat Indonesia. Di tengah euforia demokrasi ini lahirlah berbagai jenis pendapat, pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan. Upaya untuk membangun suatu masyarakat, bukan perkerjaan yang mudah, karena sangat berkaiatan dengan persoalan budaya dan sikap hidup masyarakat. Diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan, "dengan kata lain diperlukan suatu paradigma-paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru, demikian kata filsuf Kuhn.
Menurut Kuhn, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akanmemenuhi kegagalan" [Tilaar, 1998:245].Berbicara masalah reformasi pendidikan, banyak substansi yang harus direnungkan dan sedikit pula persoalan yang membutuhkan jawaban. Sektor pendidikan memiliki peran yang strategis dan fungsional dalam upaya membangun suatu masyarakat. Pendidikan senantiasa berusaha untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu perubahan, karena pendidikan sebagai "sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka" (Conference Book, London, 1978 :15-17).
Change is a way of life. Those who look to the past or present will miss the future ".Metafora tersebut menurut Suyanto, pantas diterjemahkan dalam kepentingan reformasi pendidikan kita ini. Artinya, dalam melakukan reformasi pendidikan kita harus tetap berpegang pada tantangan masa depan yang penuh dengan persaingan global. Apabila kita berbicara kemampuan dan kesiapan sebagai anak bangsa, tampaknya kita belum siap benar menghadapi persaingan global pada milenium ketiga. Tenaga ahli kita belum cukup memadai untuk siap bersaing di tingkat global. Apabila"dilihat dari pendidikannya, angkatan kerja kita saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Sebagian besar angkatan kerja (53%) tidak berpendidikan, yang berpendidikan dasar sebanyak 34%, berpindidikan menengah 11%, dan berpendidikan tinggi hanya 2%.Padahal tuntutan dari dunia kerja pada akhir pembangunan jangka panjang II nantimengharuskan angkatan kerja kita berpendidikan" [Boediono, 1997:82].
Tilar (1999: 22) memberikan pemikiran tentang reformasi dibidang pendidikan yaitu :
1. Pengikisan korupsi, kolusi nepotisme dan koncoisme
2. Melaksanakan asa profesionalisme
3. Desentralisasi pengelolaan pendidikan dan isi kurikulum
4. Peningkatan mutu pendidikan dasar dan penuntasan wajib belajar 9 tahun
5. Peningkatan mutu sekolah umum dan kejuruan
6. Peningkatan mutu dan otonomi pendidikan tinggi
7. Pengembangan pendidikan alternatif
8. Peningkatan mutu profesi guru
9. Pembiayaan pendidikan yang demokratis
10. Peraturan dan perundang-undangan
11. Pemberdayaan mahasiswa
Dari kesebelas agenda tersebut dirangkum dalam 3 tahap pelaksanaan yakni jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.bentuk-bentuk reformasi dibidang pendidikan yang lainnya adalah pola Bottom up, yang ternyata Bottom Up, harus diupayakan terealisasi, untuk menggantikan pola Top Down yang selama ini digunakan. Pemikiran semacam ini melahirkan pengelolaan sekolah yang berbasiskan kepada sekolah dan masyarakat (School Based Management), bahkan terus didorong penyelenggaraan pendidikan yang berbasiskan masyarakat (community based education).
Struktur kelembagaan yang sentralistik, sejalan dengan semangat ekonomi daerah maka diarahkan menjadi pengelolaan desentralistik (PP No.22/1999 tentang otonomi daerah) dibidang pendidikan hal ini membawa implikasi dengan diberdayakannya pemerintah daerah tingkat II untuk mengelola pendidikan baik dari segi sarana, keuangan dari SDM.hal ini dikembangakan dengan memberikan rangsangan dan kesempatan kepada putra-putra daerah yang memiliki potensi tinggi (local genius).
Dibidang peraturan perundangan, yakni UUSPN No.2/1998 harus diamandemen, antara lain mengenai Paradigma Penyelenggaraan pendidikan yang Ekslusif ke arah Inklusif, Pola Sentralistik harus dikembangkan ke arah Desentralistik, juga yang amat penting tentang kurikulum ketenagaan dan pembianaan, pengawasan serta pembiayaannya.khususnya tentang anggaran pendidikan harus masuk dalam UU Sisdiknas (Kompas 19 september 2001 hal:9)
Era kepemimpinan presiden Habibie tidak lama digantikan dengan Abdurrahman wahid. Era Abdurrahman wahid (Gusdur) adalah era yang penuh ketidakpastian, berkali-kali gusdur melakukan pergantian kabinet. Di bidang pendidikan tidak terlalu banyak prestasi yang diraih, kecuali mengganti nama Departemen Pendidikan Kebudayaan (Depdikbud) menjadi Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan adanya kenaikan gaji pokok PNS yang cukup signifikan.kekurangannya BBM dan niali rupiah terhadap Dolar Amerika sangat rendah.
Sebenarnya sektor pendidikan menjadi tumpuan harapan dan memiliki peran strategis dan fungsional dalam upaya membangun dan meningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pendidikan sebenarnya selalu didesain untuk senantiasa berusaha menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu perubahan. Tetapi pada kenyataannya, kondisi "pendidikan kita masih melahirkan mismatch yang luar biasa dengan tuntutan dunia kerja. Kondisi seperti ini juga berarti bahwa daya saing kita secara global amat rendah [Suyanto dan Hisyam,2000:3].
a) Ekses Produk Pendidikan Orde Baru
Apabila kita direnungkan kondisi sekarang ini, dengan munculnya kekerasan, masyarakat bertindak menghakimi sendiri, dan berbagai macam bentuk perilaku kekerasan, menggambarkan bangsa ini sedang sakit. Nampaknya ada sesuatu yang "salah" dari reformasi, apakah sistem pendidikan yang "salah" karena hanya "membentuk" manusia-manusia yang tidak "mampu", [Salahuddin, 1998:303), menjadi beban, dan brutal, ataukah merupakan ekses dari kebijakan dan paraktik pendidikan dimasa "rezin Orde Baru yang otoriter telah melahirkan sistem pendidikan yang tidak mampu melakukan pemberdayaan masyarakat secara efektif. Walaupun secara kuantitatif rezim ini memang telah mampu menunjukkan prestasi yang cukup baik dibidang pendidikan.
Dan patut diakui kemajuan-kemajuan pendidikan secara kuantitatif bisa kita rasakan selama Orde Baru [Suyanto dan Hisyam, 2000:5]. Namun keberhasilan kuantitatif ini, belum terlihat pemberdayaan masyarakat secara luas, sebagai cermin dari keberhasilan suatu sistem pendidikan, dan tidak pernah terjadi. "Mengapa demikian? Karena Orde Baru, setelah lima tahun pertama berkuasa, secara sistematis telah menyiapkan skenario pemerintahan yang memiliki visi dan misi utama untuk melestarikan kekuasaan dengan berbagai cara dan metode.
Akibatnya, sistem pendidikan kemudian dijadikan sebagai salah satu instrumen untuk menciptakan safetynet bagi pelestarian kekuasaan. Visi dan misi pelestarian kekuasaan itu,melahirkan kebijakan pendidikan yang bersifat straight jacket" [Suyanto dan Hisyam,2000:7]. Pendidikan produk Orde Baru belum bisa diharapkan untuk membangun dan memberdayakan masyarakat, karena pendidikan yang berjalan pada masa Orde Baru dan produknya dapat dirasakan sekarang ini, sebatas pada sosialisasi nilai dengan pola hafalan, dan kreativitas dipasung. Menurut Tilaar, bahwa "sistem pendidikan nasional sangat erat kaitannya dengan kehidupan politik bangsa pada saat itu. Maka selama Orde Baru telah tercipta suatu hidupan bangsa yang tidak sesuai dengan cita-cita UUD1945.
Pemerintah Orde Baru yang represif telah menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang tertekan, tidak kritis, bertindak dan berpikir dalam acuan suatu struktur kekuasaan yang hanya mengabdi kepada kepentingan sekelompok kecil rakyat Indonesia [Tilaar, 1999:4]. Patut diakui, bahwa produk pendidikan Orde Baru, masih berpengaruh sampai sekarang ini. Sedangkan kehidupan politik bangsa sekarang sudah mengalami perubahan yaitu memasuki era reformasi, sehingga paradigma yang digunakan pada era Orde Baru tidak dapat digunakan pada era reformasi, karena pada era reformasi menuntut kembali kedaulatan rakyat yang telah hilang. Sementara dalam usaha merubah kehidupan masyarakat, baik pada pola pikir, pandangan, dan tindakan masih menggunakan paradigma Orde Baru. Maka, pada era reformasi sekarang yang sedang bergulir ini, seharusnya pendidikan nasional dikembalikan kepada fungsinya yaitu memberdayakan masyarakat dengan mengembalikan kedaulatan rakyat untuk membangun dirinya sendiri.
"Pendidikan nasional perlu direformasi untuk mewujudkan visi baru masyarakat Indonesia yaitu suatu masyarakat madani Indonesia" [Tilaar, 1999:4]. Hal ini, juga terjadi pada pendidikan Islam, karena pendidikan Islam mempunyai kedudukan yang sama dalam sistem pendidikan nasional Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk itu, pendidikan Islam harus diupayakan untuk direformasi, karena posisi pendidikan sebagai sub sistem pendidikan nasional tidak terlepas dari kehidupan politik bangsa yang sedang mengalami perubahan.
b) Langkah untuk Reformasi Mencermati Kondisi Sekarang
Pada kondisi ini apa yang perlu dilakukan, nampaknya hal yang urgen adalah kita harus menyusun langkah-langkah untuk reformasi pendidikan dan harus melepaskan diri dari paradigma Orde Baru, karena pola pikir kita, pandangan, bertindah dan berbuat sekarang ini masih menggunakan paradigma produk pendidikan selama era Orde Baru.
Maka "untuk menghapuskan ciri dan ekses negatif proses dan hasil pendidikan selama Orde Baru, pemerintah sekarang perlu dengan sadar mengambil berbagai kebijakan reformasi secara substansial, dan kebijakan tersebut perlu memperhatikan berbagai persoalan yang sedang dan akan dihadapi oleh bangsa ini [Suyanto dan Hisyam, 2000:8).
C. Tokoh – tokoh pendidikan Zaman Orde Baru sampai Reformasi
Semangat bergulirnya Pemikiran dari Tokoh Pendidikan Klasik
a) Ki Hajar Dewantoro
Ki Hajar Dewantoro adalah Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yang banyak mengkonsep sistem pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan. Visi, misi dan tujuan pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantoro adalah bahwa pendidikan sebagai alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat dan kemajuan umat manusia secara universal. Sehingga mereka mampu berdiri kokoh sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan tetap berpijak kepada identitas dirinya sebagai bangsa yang telah memiliki peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain.
Selanjutnya Ki Hajar Dewantoro juga menginginkan agar pendidikan yang diberikan kepada bangsa Indonesia adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman, yaitu pendidikan yang dapat membawa kemajuan bagi peserta didik. Ungkapan ini merupakan respon dari adanya pendidikan yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada rakyat kita, yaitu pendidikan yang mengajarkan hal-hal yang sulit dipelajari tetapi tidak berfungsi untuk masa depan.
b) K.H. Hasyim Asy’ari
Gagasan Hasyim Asy’ari adalah bahwa untuk berjuang mewujudkan cita-cita nasional termasuk dalam bidang pendidikan, diperlukan wadah berupa organisasi pada tahun 1926 ia mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, dalam organisasi ini Hasyim Asy’ari berjuang membina dan menggerakkan masyarakat melalui pendidikan. Beliau juga mendirikan pondok pesantren sebagai basis pendidikan dan perjuangan melawan Belanda.
c) K.H. Ahmad Dahlan
Selain itu, Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mencapai kehidupan dunia. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana siswa itu hidup. Dengan pendapatnya yang demikian itu, sesungguhnya Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman.
Ahmad Dahlan sadar, bahwa tingkat partisipasi muslim yang rendah dalam sektor-sektor pemerintahan itu karena kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi muslim untuk masuk. Berkaitan dengan kenyataan serupa ini, maka Ahmad Dahlan berusaha memperbaikinya dengan memberikan pencerahan tentang pentingnya pendidikan yang sesuai perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan masalah ini Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat al-Ra’d yang artinya: Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.
A. Kondisi Pendidikan Nasional di Masa Reformasi
Zaman ‘Reformasi’ Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran yang bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat.
Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke desentralisasi akan membawa konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Selain perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak perubahan juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional.
Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.
Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian manusia-manusiaa yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok.
Menurut H.A.R. Tilaar, hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan kekuatan ekonomi.
a. Kekuatan Politik
Pendidikan masuk dalam subordinasi dari kekuatan-kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke dalam perebutan kekuasaan partai-partai politik, untuk kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin kenyaman hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti pemenuhan kehidupan materil dan mengesampingkan kebutuhan non materiil duniawi. Contoh pengembangan dana 20 %.
b. Kekuatan Ekonomi
Manusia Indonesia tidak terlepas dari modernisasi seperti teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan negatif. Positifnya yaitu pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai negatifnya yaitu mempersempit tujuan pendidikan atas pertimbangan efisiensi, produksi, dan menghasilkan manusia-manusia yang dapat bersaing, yaitu pada profit orientit yang mencari keuntungan sebesar-besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan.
Demi mencapai efisiensi dan kualitas pendidikan maka disusunlah beberapa upaya standardisasi. Untuk usaha tersebut maka muncul konsep-konsep seperti : Ujian Nasional. Dalam menyusun RENSTRA Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 lebih menekankan pada manajemen dan kepemeimpinan bukan masalah pokok yaitu pengembangan anak Indonesia. Anak Indonesia dijadikan obyek, anak Indonesia bukan merupakan suatu proses humanisasi atau pemanusiaan. Anak Indonesia dijadikan alat untuk menggulirkan suatu tujuan ekonomis yaitu pertumbuhan, keterampilan, penguasaan skil yang dituntut dalam pertumbuhan ekonomi [Millist CFBE]
B. Reformasi Pendidikan
Reformasi merupakan istilah yang amat populer pada masa krisis ini dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan bernegara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi di bidang pendidikan [Suyanto dan Hisyam,2000:1].
Pada era reformasi ini, masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupan.Tilaar (1999:3), mengatakan masyarakat Indonesia kini sedang berada dalammasa transformasi.
Era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Euforia domokrasi sedang marak dalam masyarakat Indonesia. Di tengah euforia demokrasi ini lahirlah berbagai jenis pendapat, pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan. Upaya untuk membangun suatu masyarakat, bukan perkerjaan yang mudah, karena sangat berkaiatan dengan persoalan budaya dan sikap hidup masyarakat. Diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan, "dengan kata lain diperlukan suatu paradigma-paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru, demikian kata filsuf Kuhn.
Menurut Kuhn, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akanmemenuhi kegagalan" [Tilaar, 1998:245].Berbicara masalah reformasi pendidikan, banyak substansi yang harus direnungkan dan sedikit pula persoalan yang membutuhkan jawaban. Sektor pendidikan memiliki peran yang strategis dan fungsional dalam upaya membangun suatu masyarakat. Pendidikan senantiasa berusaha untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu perubahan, karena pendidikan sebagai "sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka" (Conference Book, London, 1978 :15-17).
Change is a way of life. Those who look to the past or present will miss the future ".Metafora tersebut menurut Suyanto, pantas diterjemahkan dalam kepentingan reformasi pendidikan kita ini. Artinya, dalam melakukan reformasi pendidikan kita harus tetap berpegang pada tantangan masa depan yang penuh dengan persaingan global. Apabila kita berbicara kemampuan dan kesiapan sebagai anak bangsa, tampaknya kita belum siap benar menghadapi persaingan global pada milenium ketiga. Tenaga ahli kita belum cukup memadai untuk siap bersaing di tingkat global. Apabila"dilihat dari pendidikannya, angkatan kerja kita saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Sebagian besar angkatan kerja (53%) tidak berpendidikan, yang berpendidikan dasar sebanyak 34%, berpindidikan menengah 11%, dan berpendidikan tinggi hanya 2%.Padahal tuntutan dari dunia kerja pada akhir pembangunan jangka panjang II nantimengharuskan angkatan kerja kita berpendidikan" [Boediono, 1997:82].
Tilar (1999: 22) memberikan pemikiran tentang reformasi dibidang pendidikan yaitu :
1. Pengikisan korupsi, kolusi nepotisme dan koncoisme
2. Melaksanakan asa profesionalisme
3. Desentralisasi pengelolaan pendidikan dan isi kurikulum
4. Peningkatan mutu pendidikan dasar dan penuntasan wajib belajar 9 tahun
5. Peningkatan mutu sekolah umum dan kejuruan
6. Peningkatan mutu dan otonomi pendidikan tinggi
7. Pengembangan pendidikan alternatif
8. Peningkatan mutu profesi guru
9. Pembiayaan pendidikan yang demokratis
10. Peraturan dan perundang-undangan
11. Pemberdayaan mahasiswa
Dari kesebelas agenda tersebut dirangkum dalam 3 tahap pelaksanaan yakni jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.bentuk-bentuk reformasi dibidang pendidikan yang lainnya adalah pola Bottom up, yang ternyata Bottom Up, harus diupayakan terealisasi, untuk menggantikan pola Top Down yang selama ini digunakan. Pemikiran semacam ini melahirkan pengelolaan sekolah yang berbasiskan kepada sekolah dan masyarakat (School Based Management), bahkan terus didorong penyelenggaraan pendidikan yang berbasiskan masyarakat (community based education).
Struktur kelembagaan yang sentralistik, sejalan dengan semangat ekonomi daerah maka diarahkan menjadi pengelolaan desentralistik (PP No.22/1999 tentang otonomi daerah) dibidang pendidikan hal ini membawa implikasi dengan diberdayakannya pemerintah daerah tingkat II untuk mengelola pendidikan baik dari segi sarana, keuangan dari SDM.hal ini dikembangakan dengan memberikan rangsangan dan kesempatan kepada putra-putra daerah yang memiliki potensi tinggi (local genius).
Dibidang peraturan perundangan, yakni UUSPN No.2/1998 harus diamandemen, antara lain mengenai Paradigma Penyelenggaraan pendidikan yang Ekslusif ke arah Inklusif, Pola Sentralistik harus dikembangkan ke arah Desentralistik, juga yang amat penting tentang kurikulum ketenagaan dan pembianaan, pengawasan serta pembiayaannya.khususnya tentang anggaran pendidikan harus masuk dalam UU Sisdiknas (Kompas 19 september 2001 hal:9)
Era kepemimpinan presiden Habibie tidak lama digantikan dengan Abdurrahman wahid. Era Abdurrahman wahid (Gusdur) adalah era yang penuh ketidakpastian, berkali-kali gusdur melakukan pergantian kabinet. Di bidang pendidikan tidak terlalu banyak prestasi yang diraih, kecuali mengganti nama Departemen Pendidikan Kebudayaan (Depdikbud) menjadi Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan adanya kenaikan gaji pokok PNS yang cukup signifikan.kekurangannya BBM dan niali rupiah terhadap Dolar Amerika sangat rendah.
Sebenarnya sektor pendidikan menjadi tumpuan harapan dan memiliki peran strategis dan fungsional dalam upaya membangun dan meningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pendidikan sebenarnya selalu didesain untuk senantiasa berusaha menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu perubahan. Tetapi pada kenyataannya, kondisi "pendidikan kita masih melahirkan mismatch yang luar biasa dengan tuntutan dunia kerja. Kondisi seperti ini juga berarti bahwa daya saing kita secara global amat rendah [Suyanto dan Hisyam,2000:3].
a) Ekses Produk Pendidikan Orde Baru
Apabila kita direnungkan kondisi sekarang ini, dengan munculnya kekerasan, masyarakat bertindak menghakimi sendiri, dan berbagai macam bentuk perilaku kekerasan, menggambarkan bangsa ini sedang sakit. Nampaknya ada sesuatu yang "salah" dari reformasi, apakah sistem pendidikan yang "salah" karena hanya "membentuk" manusia-manusia yang tidak "mampu", [Salahuddin, 1998:303), menjadi beban, dan brutal, ataukah merupakan ekses dari kebijakan dan paraktik pendidikan dimasa "rezin Orde Baru yang otoriter telah melahirkan sistem pendidikan yang tidak mampu melakukan pemberdayaan masyarakat secara efektif. Walaupun secara kuantitatif rezim ini memang telah mampu menunjukkan prestasi yang cukup baik dibidang pendidikan.
Dan patut diakui kemajuan-kemajuan pendidikan secara kuantitatif bisa kita rasakan selama Orde Baru [Suyanto dan Hisyam, 2000:5]. Namun keberhasilan kuantitatif ini, belum terlihat pemberdayaan masyarakat secara luas, sebagai cermin dari keberhasilan suatu sistem pendidikan, dan tidak pernah terjadi. "Mengapa demikian? Karena Orde Baru, setelah lima tahun pertama berkuasa, secara sistematis telah menyiapkan skenario pemerintahan yang memiliki visi dan misi utama untuk melestarikan kekuasaan dengan berbagai cara dan metode.
Akibatnya, sistem pendidikan kemudian dijadikan sebagai salah satu instrumen untuk menciptakan safetynet bagi pelestarian kekuasaan. Visi dan misi pelestarian kekuasaan itu,melahirkan kebijakan pendidikan yang bersifat straight jacket" [Suyanto dan Hisyam,2000:7]. Pendidikan produk Orde Baru belum bisa diharapkan untuk membangun dan memberdayakan masyarakat, karena pendidikan yang berjalan pada masa Orde Baru dan produknya dapat dirasakan sekarang ini, sebatas pada sosialisasi nilai dengan pola hafalan, dan kreativitas dipasung. Menurut Tilaar, bahwa "sistem pendidikan nasional sangat erat kaitannya dengan kehidupan politik bangsa pada saat itu. Maka selama Orde Baru telah tercipta suatu hidupan bangsa yang tidak sesuai dengan cita-cita UUD1945.
Pemerintah Orde Baru yang represif telah menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang tertekan, tidak kritis, bertindak dan berpikir dalam acuan suatu struktur kekuasaan yang hanya mengabdi kepada kepentingan sekelompok kecil rakyat Indonesia [Tilaar, 1999:4]. Patut diakui, bahwa produk pendidikan Orde Baru, masih berpengaruh sampai sekarang ini. Sedangkan kehidupan politik bangsa sekarang sudah mengalami perubahan yaitu memasuki era reformasi, sehingga paradigma yang digunakan pada era Orde Baru tidak dapat digunakan pada era reformasi, karena pada era reformasi menuntut kembali kedaulatan rakyat yang telah hilang. Sementara dalam usaha merubah kehidupan masyarakat, baik pada pola pikir, pandangan, dan tindakan masih menggunakan paradigma Orde Baru. Maka, pada era reformasi sekarang yang sedang bergulir ini, seharusnya pendidikan nasional dikembalikan kepada fungsinya yaitu memberdayakan masyarakat dengan mengembalikan kedaulatan rakyat untuk membangun dirinya sendiri.
"Pendidikan nasional perlu direformasi untuk mewujudkan visi baru masyarakat Indonesia yaitu suatu masyarakat madani Indonesia" [Tilaar, 1999:4]. Hal ini, juga terjadi pada pendidikan Islam, karena pendidikan Islam mempunyai kedudukan yang sama dalam sistem pendidikan nasional Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk itu, pendidikan Islam harus diupayakan untuk direformasi, karena posisi pendidikan sebagai sub sistem pendidikan nasional tidak terlepas dari kehidupan politik bangsa yang sedang mengalami perubahan.
b) Langkah untuk Reformasi Mencermati Kondisi Sekarang
Pada kondisi ini apa yang perlu dilakukan, nampaknya hal yang urgen adalah kita harus menyusun langkah-langkah untuk reformasi pendidikan dan harus melepaskan diri dari paradigma Orde Baru, karena pola pikir kita, pandangan, bertindah dan berbuat sekarang ini masih menggunakan paradigma produk pendidikan selama era Orde Baru.
Maka "untuk menghapuskan ciri dan ekses negatif proses dan hasil pendidikan selama Orde Baru, pemerintah sekarang perlu dengan sadar mengambil berbagai kebijakan reformasi secara substansial, dan kebijakan tersebut perlu memperhatikan berbagai persoalan yang sedang dan akan dihadapi oleh bangsa ini [Suyanto dan Hisyam, 2000:8).
C. Tokoh – tokoh pendidikan Zaman Orde Baru sampai Reformasi
Semangat bergulirnya Pemikiran dari Tokoh Pendidikan Klasik
a) Ki Hajar Dewantoro
Ki Hajar Dewantoro adalah Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yang banyak mengkonsep sistem pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan. Visi, misi dan tujuan pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantoro adalah bahwa pendidikan sebagai alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat dan kemajuan umat manusia secara universal. Sehingga mereka mampu berdiri kokoh sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan tetap berpijak kepada identitas dirinya sebagai bangsa yang telah memiliki peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain.
Selanjutnya Ki Hajar Dewantoro juga menginginkan agar pendidikan yang diberikan kepada bangsa Indonesia adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman, yaitu pendidikan yang dapat membawa kemajuan bagi peserta didik. Ungkapan ini merupakan respon dari adanya pendidikan yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada rakyat kita, yaitu pendidikan yang mengajarkan hal-hal yang sulit dipelajari tetapi tidak berfungsi untuk masa depan.
b) K.H. Hasyim Asy’ari
Gagasan Hasyim Asy’ari adalah bahwa untuk berjuang mewujudkan cita-cita nasional termasuk dalam bidang pendidikan, diperlukan wadah berupa organisasi pada tahun 1926 ia mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, dalam organisasi ini Hasyim Asy’ari berjuang membina dan menggerakkan masyarakat melalui pendidikan. Beliau juga mendirikan pondok pesantren sebagai basis pendidikan dan perjuangan melawan Belanda.
c) K.H. Ahmad Dahlan
Selain itu, Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mencapai kehidupan dunia. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana siswa itu hidup. Dengan pendapatnya yang demikian itu, sesungguhnya Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman.
Ahmad Dahlan sadar, bahwa tingkat partisipasi muslim yang rendah dalam sektor-sektor pemerintahan itu karena kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi muslim untuk masuk. Berkaitan dengan kenyataan serupa ini, maka Ahmad Dahlan berusaha memperbaikinya dengan memberikan pencerahan tentang pentingnya pendidikan yang sesuai perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan masalah ini Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat al-Ra’d yang artinya: Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Langganan:
Postingan (Atom)